KAPITALISME BIANG PELECEHAN SEKSUAL

Jumat, 08 Maret 2013
     Lagi, pelecehan seksual terhadap remaja terjadi. Seorang remaja putri yang masih berstatus pelajar SMA mengalami pelecehan seksual oleh Wakil kepala sekolah bidang kesiswaan salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada di daerah Jakarta Timur. Awalnya pelaku mengajak korban untuk jalan-jalan, namun ternyata pelaku melakukan pelecehan seksual kepada korban pada pertengahan tahun 2012 lalu. Setelah pemaksaan itu, korban diberikan uang sebesar Rp 50.000,- untuk ongkos pulang dan uang tutup mulut. Korban juga sempat diancam kalau sampai hal ini bocor, pelaku tidak akan mengeluarkan nilai dan ijazah korban (MetroTV News).

        Maraknya kejadian pelecehan seksual tidak lepas dari lingkungan dimana kejahatan terus menerus terjadi dan berulang. Seperti kejadian yang menimpa siswi SMA yang dilecehkan oleh Wakaseknya sendiri. Ini membuktikan bahwasannya lingkunganlah yang mendorong tumbuh dan berkembangnya kejahatan. Kasus pelecehan seksual yang marak terjadi memang bukanlah masalah tunggal yang mengharuskan penyelesaiannya hanya dengan menghukum pelaku. Akan tetapi, kasus ini merupakan kasus yang kompleks dan merujuk pada sistem, dimana harus diselesaikan bukan hanya dengan menghukumi pelaku tapi juga harus memperhatikan faktor penyebab lain yang mendorong berulangnya kasus serupa. Harus diperhatikan bahwa kejadian seperti ini berawal dari beberapa faktor, dimulai dari banyaknya perempuan yang berpakaian minim dan enggan menutup aurat, tayangan televisi dan media elektronik yang menyuguhkan berbagai adegan seks, juga dengan maraknya gambar, film dll yang semuanya dapat menimbulkan rangsangan seks yang kuat. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi terjadinya tindakan pelecehan seksual.


       Seluruh faktor tersebut adalah dampak sistem kapitalis yang saat ini diterapkan. Sistem kapitalis membentuk kebebasan bertingkah laku dan berekspresi, sehingga banyak perempuan yang enggan menutup aurat dan bebas berbaur dengan laki-laki, pada akhirnya inilah yang mendorong syahwat laki-laki yang melihatnya. Begitu pula dengan kebebasan penayangan adegan-adegan panas di televisi maupun media elektronik lainnya, ini pun berdampak besar pada terangsangnya naluri seks dan akhirnya tindakan pelecehan seksual pun dilakukan karena didorong oleh rangsangan-rangsangan ini. Maka tindakan pelecehan seksual ini sekali lagi bukan hanya permasalahan individual tapi ini merubahan permasalahan yang sistemik. 

     Sayangnya peran negara dan pemerintah belum terlihat. Berbagai solusi yang ditawarkan pun masih berupa solusi yang bersifat parsial dan individual. Hanya dengan menghukumi pelaku, tentu saja kasus yang sama pasti akan berulang. Seharusnya negara memahami bahwa seluruh permasalahan ini bersumber dari kesalahan sistem yang saat ini diterapkan. Sistem kapitalis yang berasaskan sekuleristik –memisahkan agama dari kehidupan- telah merusak moral masyarakat. Keyakinan akan kebebasan dan tidak adanya pondasi agama dalam diri masyarakat telah membuat mereka tidak takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Aturan yang dibuat manusia secara nyata telah merusak masyarakat dan banyak menimbulkan permasalahan.

     Inilah indikasi bahwasannya setiap aturan yang dibuat oleh manusia akan berujung pada kerusakan. Karena itulah, tidak ada lagi alasan untuk tetap mempertahankan aturan yang dibuat manusia. Solusi satu-satunya untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah dengan kembali pada aturan Allah. Menghukumi segala permasalahan hanya berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Serta menjadikan aqidah Islam sebagai pondasi dalam setiap perbuatan. Saatnya kita kembalikan setiap aturan berdasarkan pada apa yang telah Allah turunkan dengan cara menegakkan institusi yang bisa menerapkan aturan Allah secara kaaffah, yaitu Khilafah rasyidah ala min haji nubuwwah. 

Wallahu ‘alam bish shawab.