Kembali,
anarkisme pelajar menelan korban. Tanggal 25 September 2012 kemarin, terjadi
tawuran antara pelajar 2 SMA Negeri elit di Jakarta yaitu antara SMAN 6 dan
SMAN 70 Jakarta Selatan. Akibat tawuran itu seorang siswa SMAN 6 Jakarta
Selatan bernama Alawy Yustianto Putra menjadi korban setelah tewas dicelurit
oleh siswa SMAN 70.
Terdengar
sangat miris, sekolah yang dianggap elit bisa terjadi tawuran bahkan hingga
menimbulkan korban jiwa. Banyak masyarakat yang berasumsi bahwa tawuran ini
diakibatkan oleh pengaruh narkotika dan obat-obatan berbahaya yang dikonsumsi
oleh pelaku tawuran (siswa). Selain itu, dengan banyaknya tayangan-tayangan
televisi yang seakan mewajarkan aktivitas kekerasan, saling benci, saling pukul,
atau bahkan aksi pembunuhan membuat para pelajar dengan mudahnya meniru
aktivitas tersebut. Pengawasan dari orang tua mereka yang minim, pendidikan
agama yang sangat kurang dan pemerintah yang membebaskan pelajar untuk bersikap
dan berekspresi ini pun merupakan factor-faktor yang semakin membuat pelajar
tidak segan untuk melakukan aksi kekerasan.
Disinilah seharusnya seluruh lapisan
masyarakat berperan. Dari mulai orangtua yang seharusnya memperhatikan dan
membimbing anaknya agar tetap berpegang teguh pada aturan Islam, yang dengan
ini tentu akan menjauhkan anak-anaknya dari aksi anarkis. Juga dengan
meningkatkan aktivitas-aktivitas kajian dan pendidikan agama di sekolah. Salah
satunya dengan adanya ROHIS di sekolah, ini akan sangat membantu pelajar untuk
bisa menyalurkan kreatifitas mereka kepada hal yang baik dan sesuai dengan
aturan Islam. Namun saat ini, keberadaan ROHIS di sekolah malah dianggap
sebagai ajang pencetak teroris. Padahal dengan mengkaji Islam, pelajar akan
menjauhi aktivitas anarkis karena Islam jelas melarang hal itu. Selain itu juga
dengan adanya aktivitas pengkajian Islam secara intensif (bukan hanya dalam
aktivitas belajar mengajar formal) akan menjauhkan pelajar dari sikap-sikap
negative lain seperti halnya penggunaan Narkoba dan pergaulan bebas yang saat
ini banyak sekali dilakukan oleh pelajar sekolah. Dan jika dilihat, semua
aktivitas negative yang dilakukan oleh pelajar sekolah ini adalah akibat dari
minimnya pendidikan agama di sekolah dan seakan mengabaikan aturan agama (Islam)
dalam kehidupan. Maka sangat disayangkan jika keberadaan ROHIS dianggap akan
menciptakan generasi-generasi teroris. Jika saat ini banyak orang yang
meragukan peraturan yang ada di negara ini, tentu itu adalah wajar karena saat
ini aturan yang digunakan memang sudah berada di ujung tanduk. Bagi umat Islam
wajib hukumnya untuk meyakini bahwa hanya aturan Allah yang Sempurna dan akan
menyejahterakan manusia bukan aturan apapun yang dibuat oleh manusia. Jadi
untuk apa menakuti Islam dan mencurigai gerakan yang memperjuangkan aturan
Islam? Islam itu tidak anarkis. (yLK)