“ Sekarang udah akhir bulan, mama cuma bisa ngasih
segini buat bekel kamu hari ini.” ucap mama padaku yang saat itu sedang memakai
sepatu sembari memberikanku selembar uang lima ribuan dan selembar uang 2 ribu.
Aku hanya bisa terdiam, kalaupun aku mengeluh atas bekalku aku berdosa. Jadi
akhirnya aku putuskan untuk coba menerima.
“Tapi ma, bensin motorku abis, dari kemaren belum
sempet aku isi.” Ucapku yang tiba-tiba teringat pada jarum indicator bensin di
motor.
“Mama cuma uang segitu, kamu coba cukup-cukupin aja
ya!” tumpas mama dengan lembut, sambil menunjukkan isi dometnya yang memang
kosong.
“Oh yaudah ma gapapa. insyaAllah cukup ko ini!” aku
berusaha membuat diriku tegar dengan senyuman yang kuukir di wajah. Melihat
wajah mama yang kemudian berseri padaku membuat aku sekejap melupakan hal kecil
yang baru saja mengganjal pikiranku.
“Lagian ini cuma hal kecil, kan ga lucu juga kalo aku
dosa cumin gara-gara ngeluhin bekel doang…” ucapku dalam hati sambil terus
menghibur diriku sendiri.
Setelah dua pasang sepatu hitam terpasang di kakiku,
aku segera berangkat dan berpamitan mengingat hari itu aku harus datang lebih
awal ke sekolah.
Tetapi, sepanjang jalan dilema uang 7 ribu itu hadir
lagi seakan mengguncang hati dan pikiranku. Teringat bensin yang sudah harus
segera aku isi, aku memikirkandan memperhitungkan bagaimana caranya agar uang 7
ribu itu cukup.
“5 ribu ya mba!” seruku pada seorang pegawai SPBU.
Tidak lama setelah mengisi bensin, aku merasa ada yang aneh pada skuter
matikku. Akupun segera turun dan mengecek apa yang terjadi. Dan ternyata ya
subhanAllah, banku kehabisan angin.
Akupun mengunjungi tempat tambal ban, untungnya tidak
begitu jauh daai pemberhentianku. Akhirnya, aku harus membayar 1 ribu rupiah
untuk jasa peniupan angin ban motorku.
“Tinggal seribu lagi! Semoga bisa berguna dengan
sebaik-baiknya ya Allah!” doaku pagi itu.
Biasanya, uang 7 ribu cukup. Aku bisa makan di kantin,
bahkan menabungkan sisanya. Tapi 7 ribu kali ini berbeda. Jangankan untuk
menabung, membeli air the manis saja tidak mencukupi.
Setelah sampai di sekolah, aku langsung menuju kelas.
Belum juga aku menyimpan tas dan mengistirahatkan sejenak badanku, temanku
menghampiriku sambil meminta “Lika, aku minta iuran buat materi presentasi ya,
maaf!” Dengan senyuman akupun menjawab pertanyaan “Iurannya berapa An?”
“Seribu aja li, cuma 10 lembar ko!” jawab temanku yag
bernama Ani itu. Aku segera mengambil uang seribu yang tersisa di saku
seragamku. Habislah uang 7 ribuku itu. Kabar baiknya, aku tidak usah memikirkan
uang itu lagi. “Tapi bagaimana cara makan istirahat nanti?” pikirku. Kalaupun
aku membiarkan perutku kelaparan, aku berarti menyiksa diri sendiri dan aku
berdoa atas itu. Lagi pula, aku memang mimiliki sakit maag yang mengharuskan
aku makan jika aku lapar, kalau tidak rasa sakit yang luar biasa ang akan aku
dapat.
Jam ke-3 tepatna pukul 09.30 guru mata pelajaran saat
itu berhalangan hadir dan hanya membei kami tugas. Karena itulah, aku bergegas
pergi ke mesjid dengan membawa mukena berwarna ungu kesayanganku. Kudirikan
shalat dhuha hingga 6 rakaat, karena ada salah satu temanku memanggil dan
memintaku untuk ikut dengannya.
“kita mau kemana
Za?” tanyaku pada Zahra yang sangay terburu-buru. “Kita disuruh ke kantin.
Semua anak di kelas pada ke kantin.” Jawab Zahra sambil menuntun tanganku.
Terlihat ramai sekali di kantin, semua nak di kelasku
tumpah ruah disana. Akupun mencari-cari informasi pa penyebab keramaian ini.
“Dinda sekarang ulang tahun. Makanya neraktir kita
semua!” ungkap salah satu temanku yang sudah mengambil satu porsi makann.
Akupun ditawari dan dengan senang hati aku terima.
“Allah memang Maha Mengetahui. Dia Mengetahui yang aku
butuhkan, Allah memberiku kebutuhan itu walaupun tidak sesuai dengan
keinginan.” Syukurku.
Uang ribu itu
tidak banyak, tapi jika menggunakannya dengan niat yang baik terasa besar
sekali maknanya. Bersyukur memang indah, sesulit apapun yang disyukuri.