Masih Muda, Kok Sering Lupa?

Minggu, 01 Juli 2012


Pelupa bukan ‘penyakit’ baru, tapi pamornya naik daun karena berita menyangkut berita Nunun Nurbaeti Daradjatun beberapa saat lalu. Kabarnya, kombinasi migrain dan vertigo menyebabkan saksi kunci kasus dugaan suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) itu mengalami serangan ‘lupa berat’. Akibatnya, upaya penyidikan terhadap kasus itu terhambat. 

Berita ini ditanggapi dengan serius dan guyon. Hayoo... benarkah ia lupa atau pura-pura lupa? Tak perlu berprasangka dulu, sakit lupa memang lumrah terjadi dan lupa berat bisa muncul seiring bertambahnya usia.

MENGAPA BISA LUPA?

Lupa merupakan proses normal. Menurut dr. Adre Mayza, SpS(K), Kepala Bidang Penanggulan Inteligensi Kesehatan Depkes RI, dan anggota Perdossi (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia), setiap informasi yang masuk ke otak sebagian disimpan dan sebagian yang lain dilupakan.
 

Dokter Adre memaparkan, informasi yang masuk ke otak diterim oleh otak dalam bentuk persepsi. Persepsi adalah rangkaian proses mengenali, mengatur, dan memahami sensasi dari pancaindra yang diterima dari rangsang lingkungan. Persepsi memerlukan konsentrasi. Jika konsentrasi menurun, informasi ke otak tidak lengkap. Terjadilah lupa.
 

“Misalnya, Anda bisa mengenal seseorang lewat suara, itu berarti persepsi. Nah, ketika lupa, berarti Anda mengalami gangguan persepsi,” katanya lagi.

Kesibukan dan cemas berlebihan juga bisa membuat kita mudah lupa. Makin cemas dan makin stres, makin sedikit pula energi otak yang dialokasikan untuk mencari informasi di otak. Masing-masing orang menghadapi stres berbeda. Ada yang terbiasa bekerja dalam tekanan tinggi dalam jangka waktu lama, sehingga fungsi memorinya tetap baik.
 

Sementara, tidak sedikit orang yang dalam situasi tersebut justru kewalahan. Dalam hal ini, stres intensif memicu pelepasan hormon kortisol yang dapat mengganggu ingatan.

MACAM-MACAM LUPA

Apakah penyakit lupa ini bawaan lahir atau genetis? “Tidak ada lupa yang disebabkan secara genetis,” tegas dr. Adre. Proses lupa yang abnormal dapat dipengaruhi oleh beberapa kondisi, seperti gaya hidup, stres, penyakit, dan makanan-makanan yang memacu perubahan pembuluh darah otak di pusat pengingatan. Sejumlah penyakit dan gangguan kesehatan juga bisa menjadi ‘biang keladi’ hilangnya memori. Misalnya, penyakit vaskuler (pembuluh darah otak), stroke, terutama bila mengenai pembuluh darah, dan infeksi otak.

“Terlalu banyak mengonsumsi makanan berlemak dan minyak bisa memicu terjadinya penebalan pembuluh darah yang mengakibatkan peredaran darah ke seluruh tubuh melambat. Akhirnya, otak kita kekurangan persediaan darah, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal,” papar dr. Adre.

Ada tiga tingkatan lupa yang bisa dialami orang. Pertama, lupa ringan, terjadi saat Anda mengalami gangguan atau kehilangan atensi, sehingga informasi tidak bisa dipersepsi. Atensi adalah kebiasaan memperhatikan barang sekecil apa pun, seperti menaruh pulpen, meletakkan kacamata, atau kunci rumah.
 

Atensi sebenarnya bisa dilatih. Caranya, ketika mengambil kunci rumah, ingat-ingat di mana Anda mengambilnya, kunci apa yang Anda ambil, seperti apa bentuknya, dan di mana Anda biasa meletakkan kunci itu. Latihan yang terus-menerus bisa meningkatkan konsentrasi. Konsentrasi inilah yang akan membuat kita lebih fokus dan lebih mudah memanggil kembali ingatan kita akan sesuatu.

Kedua, lupa medium atau sedang, bisa terjadi bila ‘storage’ alias gudang penyimpanan dalam otak tidak bisa menyimpan memori dengan baik. Akibatnya, terjadi short term memory loss, yaitu hilangnya memori jangka pendek. Misalnya, Anda lupa tadi makan dengan lauk apa, atau, ingin melakukan sesuatu tapi tiba-tiba lupa. Atau, Anda mulai lupa pada hal-hal yang baru saja terjadi dan suka mengulang ingatan yang lama.
 

Ketiga, lupa berat, terjadi bila ‘gudang’ penyimpanan memori dalam otak rusak, sehingga tidak bisa menyimpan memori lagi. Kondisi ini disebut pikun, dan banyak terjadi pada manula. Biasanya, pada kondisi ini yang diingat hanya cerita masa lalu. Sebab, memori lama tersimpan dalam otak bagian bawah (ketika fungsi otak masih normal). Sementara itu, memori baru tersimpan dalam otak bagian atas. ‘Gudang’ otak bagian atas ini mengalami penurunan fungsi seiring bertambahnya usia.

Ada juga penyakit demensia, yaitu penyakit lupa yang disebabkan oleh gangguan di pembuluh darah (demensia vascular) atau proses penuaan (Alzheimer).
 

Sementara, amnesia (yang kerap terjadi di sinetron) adalah lupa sejenak yang diakibatkan oleh trauma di bagian kepala. Dalam hal ini, ada dua jenis amnesia, yaitu Amnesia retrograde (terjadi sebelum trauma) dan Amnesia anterograde (terjadi setelah trauma). Pada amnesia retrograde penderita dapat mengingat kejadian sebelumnya, sedangkan penderita amnesia anterograde sama sekali tidak bisa mengingat kejadian sebelumnya.

WANITA LUPA 3 HAL TIAP HARI

Anda sering ketinggalan barang? Ternyata, Anda tidak sendiri.
 

Riset yang dilakukan oleh National-Lottery.co.uk menunjukkan bahwa rata-rata orang dewasa di Inggris melupakan 3 hal setiap hari. Begitu tiba di supermarket, 12 juta orang lupa harus berbelanja apa, 15 juta orang lupa meninggalkan makan atau minuman mereka hingga dingin, dan 15 juta lainnya lupa meletakkan kunci rumah atau mobil.

Gaya hidup modern yang sangat sibuk, beban kerja yang meningkat, tekanan serta teknologi modern disebut sebagai penyebab ‘penyakit’ lupa. Juru bicara National Lottery mengatakan, saat ini orang lebih sibuk dengan pekerjaan dan urusan pribadi. Sehingga, ruang untuk mengingat dalam pikiran telah penuh sesak.
 

Hal senada juga terungkap dari hasil pengamatan dr. Adre. Ia mengatakan, transisi budaya yang minim interaksi sosial menjadi penyebab tingginya angka kelupaan pada orang muda. Contohnya, sekarang orang cenderung untuk belanja ke mal. Begitu barang dan harganya cocok, Anda akan langsung membayar dan melenggang ke luar. Aktivitas ini bisa dibilang hanya mengeluarkan tidak lebih dari 10 kalimat.

Sementara itu, dulu orang berbelanja di pasar, sehingga terjadi interaksi tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Tawar-menawar dan hitung- menghitung inilah yang membuat daya kerja otak makin terasah. “Sekarang, interaksi seperti ini jarang terjadi, sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan verbal (autism syndrome)  pada otak,” jelasnya.
 

Menurunnya konsentrasi pada wanita usia produktif juga dapat disebabkan oleh pekerjaannya yang ‘overload’, pengaturan sistem kerja yang tidak tersusun rapi, dan tidak fokus pada satu pekerjaan. Akibatnya, otak yang berfungsi untuk mengatur konsentrasi terganggu. “Memfokuskan pikiran pada hal-hal yang lebih penting dan melakukan pekerjaan dengan pengaturan jadwal yang rapi bisa membantu meningkatkan atensi dan konsentrasi,” lanjut dr. Adre memberikan tip.

Selain itu, biasakan diri untuk tidak tergantung pada orang lain. “Sel-sel otak manusia berjumlah sekitar 1 triliun. Dan, rata-rata manusia hanya menggunakan 5% saja dari asetnya ini. Anda perlu mengoptimalkan kerja sel dengan melatih atensi dan konsentrasi dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengingatkan Anda,” lanjutnya.
 

TIPS

CARA SEDERHANA MELATIH OTAK

Mencatat dan memprioritaskan pekerjaan pada hal-hal yang dapat dilakukan dalam jangka pendek dan menengah.
Mengimbangi kesibukan kantor dengan aktivitas lain, seperti kegiatan hobi atau bersosialisasi.
Neurobik alias senam saraf. Caranya, mengubah alur rutinitas atau melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda. Cobalah melalui jalur berbeda saat pulang kantor. Atau, kalau biasanya Anda terbiasa memakai jam di tangan kiri, pindahkan ke tangan kanan. 

Sumber : 
http://www.femina.co.id/archive/main/issue/issue_detail.asp?id=634&cid=2&views=84

0 komentar:

Posting Komentar