Kisah indah Nabi Muhammad saw dan Siti Khadijah ra. selalu berkesan untuk dibaca. Dan entah mengapa aku tak pernah bosan membacanya.
Cinta sejati dan kesetiaan mencintai diukur setelah perkawinan, bahkan lebih
terbukti setelah kepergian yang dicintai. Kendati Nabi Muhammad saw. Sangat
mencintai Aisyah ra., namun cinta beliau kepada Siti Khadijah ra. pada
hakekatnya melebihi cintanya beliau kepada Aisyah ra., bahkan cinta itu
melebihi semua cinta yang dikenal umat manusia terhadap lawan jenisnya.
Sementara hikayat tentang cinta, seperti Romeo dan Juliet, Lailah dan Majnun,
tidak teruji melalui kehidupan bersama mereka sebagai suami istri.
Karena itu,
sekali lagi dikatakan bahwa cinta Rasulullah saw. Kepada Khadijah ra. Adalah
puncak cinta yang diperankan oleh seorang laki-laki kepada perempuan dan
sebaliknya.
Sangat besar rasa cinta Rasulullah kepada Khadijah, sampai-sampai Aisyah
mengatakan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, “Tidak pernah aku merasa
cemburu kepada seorang pun dari istri-istri Rasulullah seperti kecemburuanku
terhadap Khadijah. Padahal aku tidak pernah melihatnya. Tetapi Rasulullah
seringkali menyebut-nyebutnya. Jika ia memotong seekor kambing, ia
potong-potong dagingnya, dan mengirimkannya kepada sahabat-sahabat Khadijah.
Maka aku pun berkata kepadanya, “Sepertinya tidak ada wanita lain di dunia ini
selain Khadijah…!”
Maka berkatalah Rasulullah, “Ya, begitulah ia, dan darinyalah aku mendapatkan
anak.”
Dalam suatu riwayat dikisahkan, suatu saat Aisyah merasa cemburu, lalu berkata,
“Bukankah ia (Khadijah) hanya seorang wanita tua dan Allah telah memberi
gantinya untukmu yang lebih baik darinya? (maksud Aisyah yang menggatikan
Khadijah adalah dirinya). Maka Belaiu pun marah sampai berguncang rambut
depannya. Lalu Beliau bersabda, “Demi Allah! Ia tidak memberikan ganti untukku
yang lebih baik darinya. Khadijah telah beriman kepadaku ketika orang-orang
masih kufur, ia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku, ia memberikan
hartanya kepadaku ketika manusia lain tidak mau memberiku, dan Allah memberikan
kepadu anak darinya dan tidak memberiku anak dari yang lain.”
Maka aku berkata dalam hati,” Demi Allah, aku tidak akan lagi menyebut Khadijah
dengan sesuatu yang buruk selama-lamanya.”
Ketika Aisyah ingin menampakkan kelebihannya atas Khadijah, ia berkata kepada
Fatimah ra., putri Nabi dari Khadijah ra.: “Aku gadis ketika dinikahi ayahmu
sedang ibumu adalah janda ketika dinikahi ayahmu.” Rasul saw. Yang mendengar
ucapan ini dari putrinya yang mengeluh bersabda: “Sampaikanlah kepadanya ‘Ibuku
(maksudnya Khadijah ra) lebih hebat dari engkau, beliau menikahi ayahku yang
jejaka, sedang engkau menikahinya saat beliau duda.”
Disamping itu Rasulullah tidak memadu Khadijah dengan wanita lain, sedang semua
istri selainnya dimadu.
Teman-teman Khadiijah pun masih diingat oleh Rasul dan berpesan kepada
putri-putri beliau agar terus menjalin hubungan kasih dengan mengirimkan
hadiah-walau sederhana- kepada mereka.
Ketika Fath Makkah, yakni hari keberhasilan rasul saw memasuki kota Mekkah
bersama kaum Muslim, beliau berkunjung ke lokasi rumah Khadijah ra., karena rumah
itu sendiri telah tiada. Beliau juga-pada hari itu- menyendiri, di tengah
kesibukan bersama pasukan kaum Muslim, dengan seorang wanita tua sambil
bercakap-cakap dengan wajah berseri-seri.
Aisyah ra yang melihat hal tersebut
bertanya:”Siapa orang itu dan apa yang dibicarakannya?” Ternyata wanita tua itu
sobat karib Khadijah ra dan pembicaraan Nabi saw dengannya berkisar pada
kenangan manis masa lalu.
Gerak langkah suara dan ketukan pintu yang biasa dilakukan Khadijah ra pun
terus segar dalam benak dan pikiran beliau. Suatu ketika beliau mendengar
ketukan dan suara serupa. Beliau berkomentar:”Ini cara ketukan Khadijah. Saya
duga yang dating adalah Hala ( saudara perempuan Khadijah ra.) dan ternyata
dugaan beliau benar.
Demikianlah keagungan cinta Rasulullah swa. kepada Khadijah ra. Yang akan tetap
terukir indah sepajang zaman.
0 komentar:
Posting Komentar